Jumat, 04 Januari 2013

Konservasi Lingkungan



SELAIN fenomena iklim global, faktor-faktor seperti pembangunan rumah yang impermeable, tata kota yangamburadul, perusakan alur sungai alamiah, dan pelanggaran undang-undang yang mengamankan kawasan-kawasan tertentu menjadi immediate causes banjir masif yang melanda Jakarta dan daerah lain kali ini. Karena itu, penyuluhan konservasi sumber daya air, pencegahan banjir, dan pentingnya hutan sebagai bagian sistem daerah aliran sungai (DAS), land reform, dan penataan pembangunan kota dianggap sebagai jalan keluar.
Graham Parkes dari University of Hawaii berpendapat, pandangan keagamaan suatu kelompok masyarakat amat berpengaruh dalam menentukan sikap dan perilaku mereka terhadap alam dan lingkungannya. Pendapat White dan Parkes itu merupakan tantangan bagi agama-agama, sekaligus tidak berarti meremehkan pentingnya pendekatan spiritual dan agama yang ramah ekologi.
Banjir menunjukkan krisis ekologi, dan krisis ekologi pada dasarnya adalah krisis spiritual. Bencana alam tidak bisa dialamatkan pada fenemona alam semata. Eksploitasi eksesif, perusakan habitat, konsumsi eksesif, dan penyalahgunaan sumber-sumber daya alam hanya dilakukan manusia yang mengalami kekeringan spiritual.
Banjir dan kerusakan alam juga merupakan dampak individualisme dan egoisme, selain materialisme yang membuat manusia kering dari kesadaran ekologis. Begitu pula, kepentingan sesaat dan sempit menjadikan manusia tidak peduli dengan integritas dan kesehatan ekosistem Bumi.
Dari sudut pandang teologis, musibah banjir adalah azab Tuhan bagi manusia yang belum jera berbuat kezaliman. Dampak banjir sama sekali melampaui status sosial, suku, atau agama. Banjir adalah tanda manusia tidak bersyukur atas karunia hujan.
Alam memang telah kita rusak tanpa belas kasihan. Penebangan hutan atau pembalakan liar (Illegal Logging), penambangan yang tidak mengindahkan kelestarian alam, penghancuran situs budaya untuk pembangunan berbagai mega mall dan berbagai tindakan manusia yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai sakral kultural dari alam. Pergeseran nilai dan moralitas kepada alam, begitu instannya secepat gempa menghancurkan berbagai bangunan. Mungkin ada benarnya pendapat pakar kebudayaan A.J Toynbee, bahwa pergeseran ini merupakan imbas falsafah hidup antroposentrisme barat yang mulai menjalar dalam denyut nadi masyarakat kita.
Bagi suku bangsa Jawa, bencana dan kerusakan alam yang terjadi saat ini, sering dimaknai sebagai zaman “goro-goro” -sebuah fenomena alam dan masyarakat yang amat kritis, bencana alam dan kejadian kacau-balau yang serba tidak menentu. Goro-goro sebagai pertanda akan adanya perubahan yang dibawa seorang pemimpin yang disebut “satria piningit” atau ratu adil. Ratu adil ini digambarkan memiliki kepribadian yang luhur, pilih tanding, manajemen kepemimpinan yang profesional serta digdaya.
Keberadaan sosok ratu adil dengan segala kedigdayaannya sudah menjadi perbincangan yang unik di kalangan masyarakat jawa dari masa-ke masa. Meskipun sejatinya sosok ratu adil ini hanya merupakan fenomena kultural yang imaginatif, tetapi mampu membangkitkan masyarakat jawa dari penderitaan dan penjajahan. Fenomena kultural yang spesifik inilah yang semestinya dimanfaatkan untuk proses rekonstruksi.
Sejalan dengan perkembangan zaman globalisasi, masyarakat dan penguasa perlahan-lahan tak lagi mengindahkan berbagai mitos tersebut. Tak ayal lagi, petilasan dan pesanggrahan digusur guna pembangunan mega mall, dasar alun-alun hendak dijadikan sebagai lahan parkir, gunung Merapi dijadikan tempat rekreasi dan sarana mengumbar nafsu kebejatan manusia, sementara laut dijadikan pembuangan limbah. Pada akhirnya, alam telah bosan dengan segala tingkah kita dan manusia-pun harus membayar mahal kemurkaan alam.
Pemeliharaan mitos sesungguhnya juga merupakan wujud pemeliharaan alam secara kultural. Musibah memang tidak akan pernah berakhir selama kehidupan manusia masih berjalan. Kadang bermakna positif sebagai cobaan mental umat manusia, tetapi kadang juga bermakna negatif sebagai azab (hukuman) bagi manusia yang memperturutkan nafsu angkara murka. Menjadi pelajaran bagi kita menyikapi musibah secara arif dan bijaksana.

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

free web counter

Peta Pengunjung

Page Rank

Most Wanted

Flag Counter

Tuker Link Yuk

/* Circle Text Styles */ #outerCircleText { font-style: normal; font-weight: normal; font-family: 'comic sans'; color: #FF6600; position: absolute;top: 0;left: 0;z-index: 3000;cursor: default;} #outerCircleText div {position: relative;} #outerCircleText div div {position: absolute;top: 0;left: 0;text-align: center;} ">

Copyright © 2012. Belajar Lingkungan dan Kimia Industri - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Bamz