Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan televise bukan?? Benda segi empat ini pada 15 atau 20 tahun lalu masih dianggap benda yang langka dan tidak semua orang memiliki TV, bahkan terkadang dalam satu kampong hanya memiliki 1 TV saja. Tetapi sekarang sudah semua orang mengenal TV dan TV tidak berbatas usia, bahkan dapat kita temukan satu keluarga yang memiliki TV lebih dari satu buah. Ini pertanda bahwa TV sudah hadir melekat pada keluarga dan menjadi sahabat mereka dalam mengisi waktu luang.
TV memang mempunyai daya tarik yang sangat kuat, karena banyak keluarga yang betah berjam-jam di depan layar TV. Televisi selain menarik juga bisa memberikan berbagai informasi, pengetahuan, dan hiburan. Apalagi kalau mengetahui jadwal di TV, keluarga akan merasa rugi jika meningalkan tayangan tersebut. Selain itu televisi juga mempunyai berbagai operator atau gelombang/ saluran televisi yang mempunyai jadwal yang berlainan, sehingga kalau dilihat merasa tidak membosankan sama sekali. Selain banyaknya saluran juga banyaknya televisi yang bagus atau banyaknya jenis televisi.
TV merupakan salah satu bentuk globalisasi karena kemajuan teknologi yang masuk ke negara kita. Seperti halnya globalisasi, televisi pun memiliki pengaruh yang sangat besar. Tentu saja pengaruh itu tidak semua positif dan negative. Televisi memberikan dampak negative dan positif, namun sebagian besar orang menilai bahwa lebih banyak pengaruh negative yang dibawa TV.
Dampak TV dapat mempengaruhi beberapa aspek seperti psikologi, cara berkomunikasi dan impian. Dampak ini akan lebih berpengaruh kepada anak-anak, karena anak-anak masih belum stabil dan mencari sesuatu kebenaran atau mempelajari sesuatu dari apa yang mereka lihat dan dengar. Sedangkan orang dewasa lebih dapat membentengi dirinya dan dapat memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Prof Dr Sarlito W Sarwono, psikolog yang akhir-akhir ini banyak mencurahkan perhatiannya tentang dampak TV terhadap anak-anak, begitu sangat terkejut melihat sebuah hasil penelitian yang merilis bahwa anak-anak Indonesia menghabiskan waktunya menonton TV rata-rata enam jam sehari (sementara batas toleransi adalah maksimal dua jam sehari untuk usia anak sekitar 3 hingga 7 tahun). Hasilnya, anak-anak yang menonton TV atau memainkan permainan komputer lebih dari dua jam setiap hari memiliki masalah psikologis lebih tinggi dibanding dengan anak yang waktu menontonnya lebih sedikit. Bahkan, meski anak-anak yang gemar di depan televisi itu aktif secara fisik, kesulitan psikologis yang dialaminya dinilai tetap tinggi. Tetapi ada juga pengaruh positif psikologis yang diberikan dari TV. Keakraban antar keluarga akan tercipta sehingga membuat anak merasa nyaman berada diantara keluarganya, karena keluarga juga merupakan salah satu faktor utama penentu keberhasilan diri seorang anak.
Ketika anak-anak berinteraksi dengan televisi, suka atau tidak, akan muncul nilai-nilai baru yang tidak ditemui sebelumnya. Pada akhirnya nilai-nilai baru inilah yang akan terbawa menuju dunia nyata. Hal ini dikaitkan dengan teori Behaviorisme, Behaviorisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Karena keseringan melihat TV anak-anak berkomunikasi layaknya tokoh-tokoh yang berperan dalam televisi. Mulai dari, gaya berbicara, tata bahasa, kosa kata mereka, semua dipelajari dari televisi. Tantu saja hal ini tidak akan menjadi masalah apabila anak-anak meniru perilaku dan cara berkomunikasi yang positif, namun sangat disayangkan karena tontonan pada TV lebih banyak menyuguhkan perilaku dan cara berkomunikasi yang kurang baik.
Selain psikologis dan cara komunikasi, Tv juga dapat mempengaruhi impian seseorang. Ada sebuah hipotesis menarik dalam penelitian yang dilakukan sejak tahun 1950-an. Seseorang yang hidup pada era televisi hitam putih ternyata memiliki impian terhadap masa depan yang jauh lebih berwarna dibandingkan seseorang yang hidup di era televisi berwarna. Menurut Eva Murzyn dari Universitas Dundee, Skotlandia, televisi dan film merupakan sesuatu yang emosional untuk dapat mewujudkan mimpi karena mereka melihat sesuatu di layar seperti televisi.
Ada sekelumit orang yang lebih memilih untuk tidak memiliki TV. Keputusan untuk tidak memiliki TV juga tidak semuanya positif, tetapi harus ditelaah lebih lanjut dan ada hal-hal yang perlu di perhatikan. Bila kita tidak memiliki TV justu anak-anak akan menonton TV di tempat lain dan pastinya di luar pengawasan dan bimbingan orang tuanya. Selain itu bila kita memutuskan untuk tidak memiliki TV, kita harus bisa menciptakan kegiatan positif sebagai pengganti waktu luang yang biasanya dihabiskan di depan TV. Banyak kegiatan lain yang dapat dikerjakan saat waktu luang sebagai hobi atau hiburan selain menonton TV, tentunya kegiatan ini akan lebih positif disbanding menonton TV. Kegiatan tersebut seperti belajar, bermain, berkebun, olahraga dll. Tentu akan sangat membosankan bila kita hanya berdiam diri di rumah saja tanpa kegiatan.
Sumber : http://industri17irfan.blog.mercubuana.ac.id/2012/02/23/pengaruh-globalisasi-yang-dibawa-televisi/
0 komentar:
Posting Komentar